Rabu, 28 November 2012

Kisah Nyata : ,.. BAPAK TUA PENJUAL AMPLOP ITU ...


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...

Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik.

Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Gan
esha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini.

Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya.

Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusa plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih.

Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. 

Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Bapak cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu.

Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. 

Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis.

Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata.

Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.

Si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka.

Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si bapak tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.



Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ....

Selasa, 27 November 2012

KECERDASAN BERGANDA BERTEMU SLIM-N-BIL


Jika kami bertanya kepada anda siapakah dari berikut ini dapat dikatakan paling cerdas? Apa yang akan anda katakana? Apakah Michael Jordan, Picasso, Elie Wiesel, Albert Einstein, atau John Steinbeck? Pilihan sulit ya? Dapatkah anda benar-benar mengatakan bahwa salah satu dari mereka lebih cerdas daripada yang lain?

Selama bertahun-tahun, kita mengajukan pertanyaan besar mengenai siswa melalui penilaian dan perancangan pengajaran: “Secerdas apa Anda?” Akibat binet, kita pernah berfikir bahwa kecerdasan adalah kepastian pasti.
Sudah lama, kita mengukur kecerdasan melalui tes IQ, tes standardisasi, dan tes prestasi akademik. Sesuai rencana, beberapa anak akan naik kepuncak, beberapa anak akan jatuh kedasar, dan lainnya berada di tengah. Demikianlah munculnya system penilaian “Lonceng” yang terpercaya (beberapa mendapat nilai A dan E, sebagian besar mendapat nilai C)

Berkat kerja cemerlang Dr. Howard Garner, psikolog kognitif dan ko-direktur Project Zero di Universitas Harvard, kita mengalami pergeseran paradigma umum dalam cara kita memandang “Kecerdasan”, dari psikologi hingga pendidikan. Kita beranjak dari “Secerdas apa Anda? “ ke “BAGAIMANA Anda cerdas?” ini merupakan hasil perkembangan Kecerdasan berganda (Gardner, 1983). Dalam karyanya, Gardner menemukan beberapa jenis kecerdasan, tidak hanya satu yang dapat di ukur dan dijumlah sebagaimana kecerdasan IQ. Teorinya menawarkan pandangan yang lebih luas mengenai kecerdasan dan menyarankan bahwa kecerdasan adalah suatu kesinambungan yang dapat dikembangkan seumur hidup. Karya Gardner telah membuka kesempatan dan tantangan baru bagi pendidik. Kita telah mempelajari cara-cara baru untuk memudahkan pengertian mendalam dalam bisnis pendidikan melalui kecerdasan berganda (Gardner, 1991). Jadi, tak ada yang dapat menjawab pertanyaan “Siapa yang paling cerdas?” yang kita lontarkan tadi. Karena setiap orang yang disebutkan diatas cerdas dengan cara yang berbeda-beda. Gardner bahkan menulis sebuah buku yang isinya melulu perbandingan orang-orang jenius dari kecerdasan yang berbeda-beda (Gardner, 1990)

Untuk mengingat jenis kecerdasan secara mudah, kami memikirkan teman-teman kami SLIM-N-BIL. Merekalah dua orang rekan guru kita, Slim dan Bil, yang secara mental menjadi jauh lebih langsing sejak mereka menemukan multikecerdsan. Mari kita tinjau teman-teman kita satu persatu.

Spasial-Visual: berpikir dalam cerita dan gambar. Melibatkan kemampuan untuk memahami hubungan ruang dan citra mental dan secara akurat mengerti dunia visual
Menggambar, mensketsa, mencorat-coret, visualisasi, citra grafik, desain, table, seni, video, film, ilustrasi.

Linguistik-Verbal: berpikir dalam kata-kata. Mencakup kemahiran dalam berbahasa untuk berbicara, menulis, membaca, menghubungkan, dan menafsirkan.
Kata-kata, berbicara, menulis, bercerita, mendengarkan, buku, kaset, dialog, diskusi, puisi, lirik, mengeja, bhasa asing, surat, e-mail, pidato, makalah, esai.

Interpersonal: berpikir lewat komunikasi dengan orang lain. Ini mengacu pada “keterampilan manusia” dapat dengan mudah membaca, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain.
Memimpin, mengorganisasi, berinteraksi, berbagi, menyayangi, berbicara, sosialisasi, manipulasi, menjadi pendamai, permainan kelompok, klub, teman-teman, kelompok kerja sama.

Musical-Ritmik: berpikir dalam irama dan melodi. Gardner berkata, “Ada beberapa peran yang dapat diambil oleh individu-individu yang cenderung musical, dari composer avant-garde yang berusaha menciptakan idiom baru hingga pendengar belum berpengalaman yang mencoba memahami sejak anak-anak” (Gardner, 1983, h. 104).
Menyanyi, bersenandung, mengetuk-ngetuk, irama, melodi, kecepatan, warna, nada, alat music, rima.

Naturalis:berpikir dalam acuan alam. Pendatang baru dalam kecerdasan Gardner. Kecerdasan ini menyangkut pertalian seseorang dengan alam, yang dapat melihat hubungan dan pola dalam dunia alamiah dan mengidentifikasi dan berinteraksi dengan proses alam.
Jalan-jalan di alam terbuka, berinteraksi dengan binatang, pengategorian, menatap binatang, meramal cuaca, simulasi, penemuan.

Badan-Kinestetik: berpikir melalui sensasi dan gerakan fisik. Merupakan kemampuan untuk mengendalikan dan menggunakan badan fisik dengan mudah dan cekatan.
Menari, berlari, melompat, menyentuh, menciptakan, mencoba, menstimulasi, merakit/membongkar, bermain drama, permainan, indra peraba.

Intrapersonal: berpikir secara reflektif. Ini mengacu pada kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri.
Berpikir, meditasi, bermimpi, berdiam diri, mencanangkan tujuan, refleksi, merenung, membuat jurnal, menilai diri, waktu menyendiri, proyek yang dirintis sendiri, menulis, introspeksi.

Logis-Matematis: berpikir dengan penalaran. Melibatkan pemecahan masalah secara logis dan ilmiah dan kemampuan matematis.
Bereksperimen, bertanya, menghitung, logika deduktif dan induktif, mengorganisasikan, fakta, teka-teki, scenario.

Seperti yang mungkin telah anda duga, kita semua mempunyai kekuatan dan kelemahan alami yang berbeda dalam kecerdasan berganda.
Saat membacanya, anda mungkin mengenal beberapa kecerdasan yang anda miliki. Kita juga dapat dengan mudah melihat pelajaran dan kegiatan, yang mengkhususkan kecerdasan tertentu.
S          : seni rupa, geometri, menggambar teknik.
L         : seni bahasa
I           : pembelajaran secara bekerja sama, tugas kelompok.
M        : music, paduan suara, band.
N         : pendidikan diluar ruangan dan lingkungan.
B         : olahraga
I           : jam pelajaran kosong, waktu tenang, pekerjaan rumah, bimbingan.
L         : matematika, ilmu pasti, sejarah.

1 + 1 = ?


Apa akibatnya jika kita mengakui ketepatan dan bukannya proses belajar perseorangan? Mari kita lihat:
Guru taman kanak-kanak bertanya kepada anak-anak sekelas, “Berapa satu tambah satu?” merasa yakin tahu jawabannya, Budi hampir tidak dapat tetap duduk di kursinya karena melambaikan tangan dengan kalut. Gurunya akhirnya menyebut namanya, dan dengan penuh percaya diri Budi tersenyum dan menjawab “Satu ditambah satu sama dengan tiga!” gurunya tersenyum daengan simpatik sambil berkata, “Bukan, itu salah. Santi, kamu tahu tidak, jawaban yang benar?!”dan seterusnya. Sementara itu, anak-anak lain diam-diam menertawakan Budi dan seluruh pengalaman tersebut mengubah dirinya.

Sekarang, dengan merasa kalah dan mendapat pelajaran penting, dia berkata kepada dirinya, “Jangan berbuat itu lagi! Jangan mengangkat tangan kecuali jika kau sangat yakin jawabannya tepat.” Jadi dia tidak melakukannya lagi, dan sikap itu menempel terus. Budi telah mengasosiasikan pengakuan dengan keTEPATandan dia menyimpan yang dia pelajari untuk dirinya sendiri.

Tanggapan apa yang sebaiknya diberikan gurunya yang mengakui usahanya kearah belajar, tetapi tetap memberitahukan bahwa jawabannya tidak tepat? Sambil tersenyum guru Budi dapat berkata, “Budi, kamu sudah maju sekali! (pujian). Tiga adalah jawaban yang tepat untuk satu tambah DUA, tapi kita belum sampai kesana. Wah, cepat sekali kamu maju. Jadi jika satu ditambah DUA adalah tiga, bagaimana kalau kita mundur ke satu ditambah satu? Apa jawabannya menurut kamu?”

Jika anak-anak diharapkan melakukan transisi dengan mudah dan percaya diri, mereka haruslah mengalami lingkungan baru disekolah sebgai sesuatu yang menggairahkan dan menantang. Dalam lingkungan ini, sebagian besar usaha mereka harus berhasil dan mereka harus diakui sebagi diri mereka dan apa yang dapat mereka lakukan. Anak-anak yang merasa, atau dibuat merasa, tidak diterima dan tidak kompeten akan lambat memulihkan rasa percaya diri dan akibatnya, kemampuan mereka untuk memanfaatkan kesempatan belajar diperbesar yang disediakan sekolah tersebut bahkan mungkin berkurang, dalam kasus ekstrem, rusak dan tidak dapat lagi diperbaiki (Wells, 1986, h. 68).

Untuk mendapatkan hasil terbaik dengan siswa, akuilah setiap usaha, tidak hanya usaha yang tepat. Sebagai guru, kita lebih banyak mengakui ketepatan daripada proses belajar perseorangan.
Mengapa? Sebab sebagai guru, kita membaktikan sebagan besar waktu kita di tempat yang disebut “mengetahui”. Kita tahu apa yang kita ketahui, kita tahu bahan ajar kita, kita tahu apa yang diketahui murid kita, apa yang harus diketahui mereka, dan apa yang akan mereka ketahui.

PENGGUNAAN METAFORA, PERUMPAMAAN, DAN SUGESTI DALAM PENDIDIKAN


Bayangkan pada hari pertama masuk sekolah. Anda dengan mudah menyertakan siswa, menambahkan asosiasi positif terhadap belajar, dan menarik semua modlitas belajar. Untuk melakukan  ini, anda dapat memulai kelas dengan cerita seperti:

Seorang laki-laki berjalan di bawah terik matahari melalui daerah tidak di kenal. Dia telah berjalan sepanjang hari, ketika dia merasa cemas dan mulai khawatir bahwa dia mungkin salah jalan. Mendadak, ia terkejut melihat seorang laki-laki sangat-sangat-sangat tua duduk bersandar pada sebatang pohon. Rambutnya putih lelaki tua itu berkilau memantulkan sinar matahari. Si pengembara yang terkejut itu berlari menemuinya dan bertanya: “Maaf, permisi, apakah anda baik-baik saja?” . lelaki tua itu tidak bergerak ataupun menjawab. Si pengembara berlutut dan menyentuh bahu lelaki tua tersebut sambil bertanya lagi, “Permisi, apakah anda tidak apa-apa?”. Lagi-lagi dia tidak mendapatkan jawaban. Si pengembara berdiri dan berniat melanjutkan perjalanan, ketika tiba-tiba kepala lelaki tua itu terangkat dan matanya terbuka lebar. Dengan suara lemah dan terpatah-patah si lelaki tua itu berkata, “Teruslah berjalan; kau berada di jalan yang benar. Sebelum menyeberangi sungai, kumpulkan apa yang kau temui disana sebanyak-banyaknya, karena kau tidak akan pernah bisa kembali.” Matanya tertutup dan kepalanya kembali disandarkan pada tangannya.
Si pengembara menunggu, kemudian akhirnya berbalik dan melanjutkan perjalananya di bawah sengatan matahari, sambil berkata pada dirinya sendiri bahwa lelaki tua itu mungkin gila. Kemudian dia memikirkan perkataan lelaki tua itu dan tertawa sendiri, “Mungkin sungainya juga tidak ada!”
Si pengembara berjalan terus dan akhirnya sampailah dia di kaki sebuah bukit besar. Ketika dia mencapai puncaknya, dia melihat sungai besar yang indah mengalir perlahan di balik bukit. Dengan bersemangat, dia berlari menuruni bukit dan meloncat kedalam air yang sejuk. Dia menari-nari sambil menciprat-cipratkan air ke atas sehingga membasahi seluruh tubuhnya. Tiba-tiba dia tertegun, suara laki-laki tua itu terngiang kembali di telinganya, “Sebelum menyeberangi sungai, kumpulkan apa yang kau temukan di sana sebanyak-banyaknya karena kau tidak akan pernah bisa kembali.”
Si pengembara itu mencari-cari ke sekelilingnya tetapi tidak melihat apapun kecuali ranting, bebatuan, dan rerumputan biasa. Dia berfikir, “Satu-satunya yang bisa dikumpulkan adalah batu-batu ini, tetapi untuk apa? Untuk menghalau binatang buas, ah rasanya tidak mungkin.” Tapi dia membungkuk juga untuk mengumpulkan beberap buah batu dan mengantonginya. Kemudian dia berbalik untuk menyeberangi sungai, tetapi dia berhenti lagi dan berfikir, “Ini hal yang paling gila yang pernah kulakukan.” Kemudian dia pun menyeberangi sungai.
Langit menjadi gelap dan pengembara itukelelahan, sehingga dia memutuskan untuk menghentikan perjalanannya dan mendirikan sebuah tenda kecil. Dengan cepat dia tertidur. Menjelang tengah malam, mendadak ia terbangun dan berdiri. Dia menatap bulan purnama yang menerangi langit. Dia menjadi marah saat menyadari apa yang telah membangunkannya. Batu-batu dalam kantongnya lah yang telah mengganjal tubuhnya. Dia mengeluarkan segenggam batu itu dan dan menyingkirkannya. Sinar bulan memantul pada batu-batu it. Ternyata, batu-batu berubah menjadi intan permata yang tidak bernilai harganya. Si pengembara merasa menyesal. “Andai aku mengumpulkan lebih banyak sebelum menyeberangi sungai tadi,” pikirnya.

Jelaskan pada siswa anda: “kelas ini seperti tepian sungai yang penuh batu-batu berserakan yang mungkin akan mnjadi permata jika kalian mengambilnya. Seperti lelaki tua yang tidak dapat memaksa si pengembara mengambil batu sebanyak-banyaknya, Ibu juga tidak dapat memaksa kalian mengumpulkan ilmu yang ditawarkan disini. Tidak juga orang lain. Tetapi, Ibu dapat dan akan mendorong kalian untuk mengumplkan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin sebelum kalian menyeberangi sungai karena kalian tidak akan pernah bisa kembali ke saat ini.

(Pada akhir kalimat anda, keluarkan dari kantong anda segenggam “permata” dari kaca yang mengkilat, satu untuk setiap murid) ini cara yang bagus untuk memlai kelas baru. John LeTellier, master Quantum Teacher, fasilitator dan pendongeng, menciptakan pengalaman yang kaya akan indra dalam rancangannya dan menceritakan Kisah Permata diatas. Dia memasukkan tiga unsure kunci yang dapat dijalinkan kedalam pengajaran apa pun yaitu: metafora, perumpamaan, dan sugesti.

Kamis, 15 November 2012

Cara Jitu Menumbuhkan Minat Belajar Anak



Nah, ini adalah tema yang sering ditunggu-tunggu oleh orangtua dan juga sering banyak dikeluhkan orangtua.“Kenapa anak saya ngga senang belajar, maen aja seharian”, keluh seorang Ibu yang hadir diseminar saya. Para pembaca, percayakah Anda bahwa kehidupan sejati kita manusia adalah seorang pembelajar? Tapi kita sering memberikan perlakuan yang tidak menyenangkan saat anak belajar (secara tidak sadar) bahkan dulu kita pun mungkin diberikan stimulasi yang salah sehingga belajar itu tidak menyenangkan.
Misalnya, saat anak kita bayi dan berumur 1 tahun. Dia ingin memasukan semua barang yang dapat ia pegang ke dalam mulutnya, benar? Nah yang kebanyakan orang lakukan saat itu adalah berkata “eh… itu kotor, ngga boleh”sambil menarik barang tersebut. Sebenarnya ini adalah perilaku dasar pada saat seorang anak belajar. Kemudian saat dia mulai bisa berjalan, mulai ingin tahu lebih banyak tentang lingkungan sekitar, semakin banyak larangan yang dikeluarkan oleh orangtua ataupun pengasuh. Mungkin karena lelah menjaga anak seharian, sehingga banyak larangan yang dikeluarkan. Padahal ini adalah keinginan mereka untuk tahu (belajar) lebih banyak, mengisi database di otaknya yang masih kosong dan perlu diisi.
Saat mulai bisa berbicara, bertanya ini dan itu. “Ini apa? Kenapa?” Jawaban yang diterima “lha tadi sudah tanya, tanya lagi dasar cerewet” mungkin saat itu pengasuh dan orangtua sedang lelah juga saat menjaganya sehingga malas dan capek untuk memberikan penjelasan dan ini adalah proses belajar seorang anak. Ada barang baru dirumah dan anak ingin memegangnya atau mengetahui lebih dekat, maka kita orangtua dan pengasuhnya menjauhkan barang tersebut darinya, dengan dalih nanti rusak karena barang mahal.
Dari sepenggal contoh diatas dimana ini adalah pengalaman nyata dari saya dan beberapa klien, siapakah yang membuat anak menjadi malas belajar?

Berikutnya ada seorang anak berusia 8 tahun, sebut saja Aji. Orangtuanya sangat mengeluhkan, bahwa anaknya tidak suka belajar dan sudah mendapat peringatan dari gurunya jika tidak ada perubahan sikap maka kemungkinan besar Aji tidak naik kelas. Saat bertemu, saya yakin Aji adalah anak yang luar biasa. Sesaat saya bertanya tentang hobi dan kesukaannya saat bermain, dengan cepat saya mengetahui anak ini luar biasa. Sebab setelah saya Tanya tentang hobinya ternyata sepak bola, dan tim kegemarannya adalah Arsenal (Liga Inggris). Dan Aji, hafal seluruh pemain inti dan cadangan Arsenal, berikut pelatih dan asistennya serta nomor punggung pemain, tanggal ulang tahun pemain serta daftar pencetak goal dan assist (pemberi umpan) dan point klasemen liga dan urutannya. Gila, luar biasa! (dalam hati saya) Ngga ada yang salah sama hardware (otaknya), tapi masalahnya sama Software.
Satu orang anak yang sama, otaknya kalau dibuat belajar pelajaran disekolah tidak berfungsi (berhitung, menghafal) tetapi hafal seluruh pemain Arsenal. Apa anak ini bodoh? Tentunya Anda sepaham dengan saya, jawabanya adalah tidak. Anak ini pandai luar biasa. Hanya saja salah perlakuan sehingga ia malas dan tidak suka belajar.
Lalu apa yang saya lakukan untuk mengubah agar software menjadi baik dan membuat anak ini agar mudah belajar?  Yang saya perbaiki orangtuanya dahulu, sebab untuk anak seusia Aji, jika terdapat masalah dalam hidupnya berarti orangtua yang akan membantu untuk mengatasi masalah anak tersebut. Saya mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan anak dan sifat dari pikiran anak, serta pentingnya menomor satukan cinta dalam mendidik anak, yang semuanya akan sangat panjang jika saya jelaskan disini.
Berikutnya adalah tips bagaimana agar, anak kita menjadi rajin dan mudah sekali belajar dan sekolah.
1. Saat pulang sekolah tanyakan “hai sayang, apa yang menyenangkan hari ini disekolah?” Otomatis otak anak akan mencari hal-hal yang menyenangkan disekolah dan ini secara tidak langsung akan memberitahu sang anak bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan.
2. Saat anak tidur (Hypnosleep), katakan “makin hari, belajar makin menyenangkan”, “sama halnya dengan bermain, belajar juga sangat menyenangkan”, “mudah sekali bagimu untuk belajar (berhitung, menghafal dll)”.
3. Jelaskan manfaat dari pelajaran yang sedang dipelajari (sesuai dengan minat anak tersebut) misal: dengan mempelajari perkalian, maka saat liburan naik kelas nanti nanti kamu bisa menghitung berapa harga barang yang akan kamu beli di Singapore dan kamu bisa membandingkannya dengan harga di Indonesia. Jika kamu menguasai conversation dalam bahasa inggris maka kamu akan sangat mudah berkomunikasi dengan pelatih sepak bolamu yang dari Thailand.
4. Mintalah guru les pelajarannya (jika ada), sering-sering mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang hebat dan luar biasa. Pujian yang tulus dan memompa semangatnya jauh lebih penting dari pada mengajarkan tehnik-tehnik berhitung dan menghafal  yang cepat. Mintalah bantuan orang-orang sekitar termasuk guru untuk meningkatkan harga diri anak kita.
5. Jika anak kita masih kecil dan masih suka dibacakan dongeng, bacakan dongeng dengan posisi memangku dia (dengan posisi yang nyaman, serta memudahkan kita orangtua untuk memberikan ciuman kasih sayang atau pelukan sayang) tujuannya agar anak mengkaitkan membaca buku dengan rasa cinta dari orangtua dan buku adalah hal yang sangat menyenangkan.
6. Gunakan surat rahasia dari orangtua kepada anak, kita bisa berkata “nak, Ibu telah meletakan surat rahasia buat kamu. Cuma kamu dan ibu yang tahu isinya. Ibu letakan dibawah bantal tidurmu, bacalah setelah makan ya”. Isinya bisa berupa kata-kata yang menyemangati anak dalam kegiatan belajar dan sekolahnya.
Salam
Timothy Wibowo

Pentingnya Memahami Kebutuhan Emosional Anak



Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari bahwa anak dan remaja lebih dikendalikan oleh emosi-emosi mereka daripada pemikiran rasional dan logis. Emosi ini menjelaskan mengapa anak dan remaja berperilaku demikian, termasuk pada perilaku yang merusak diri sendiri. Jadi jika kita ingin memotivasi mereka, sebaiknya kita pahami lebih dulu emosi yang mengendalikan mereka dan memanfaatkannya untuk mengarahkan perilaku dan pemikiran yang lebih memperdayakan.
Berikut adalah ketiga kebutuhan emosional anak:
1. Kebutuhan untuk merasa AMAN
Salah satu kebutuhan terkuat yang dibutuhkan soerang anak adalah perasaan aman. Aman didalam diri dan lingkungannya. Remaja mencari rasa aman dengan bergabung dengan sekelompok “geng” atau sekumpulan teman sebaya mereka, terlibat aturan sosial diantara mereka, serta meniru perilaku temannya.
Seorang psikolog Dr. Gary Chapman, dalam bukunya “lima bahasa cinta” mengatakan kita semua memiliki tangki cinta psikologis yang harus diisi, lebih tepatnya jika anak maka orangtuanya yang sebaiknya mengisi. Anak yang tangki cintanya penuh maka dia akan suka pada dirinya sendiri, tenang dan merasa aman. Hal ini dapat diartikan sebagai anak yang berbahagia dan memiliki “inner” motivasi.
Perlukah kita mempelajari dan mengetahui tangki cinta? Sangat perlu, saya seringkali merekomendasi para guru dan orangtua untuk mempelajari dan menemukan bahasa cinta anak mereka, dirinya dan pasangannya. Hal ini akan saya bahas pada artikel berikutnya).
Contoh, terdorong oleh rasa cinta kepada anaknya seorang ibu memarahi anaknya yang sedang bermain computer. “berhenti maen computer dan belajar sekarang” lalu apa yang ada dibenak anak? Mungkin “Hmpf… Ibu tidak sayang padaku, dan ingin mengendalikan aku serta keasyikanku” Nah, anak menerimanya sebagai hal yang negatif, komunikasi yang menghancurkan rasa cinta ini biasanya yang menjadi akar permasalahan orangtua dan anak, sertaguru.
“Mencintai anak tidak sama dengan anak merasa dicintai”
Apa yang menyebabkan kebutuhan akan rasa aman tidak terpenuhi?
• Membandingkan anak dengan saudara atau orang lain
Ketika kita mengatakan “mengapa kamu tidak bisa menjaga kebersihan kamar seperti kakakmu”, “kenapa kamu tidak bisa menulis serapi Rudi”. Akan tumbuh perasaan ditolak, tidak diterima, mereka akan berpikir “papa/mama lebih suka dengan…” hal ini menumbuhkan sikap tidak suka dengan dirinya sendiri dan ingin menjadi orang lain. Mereka merasa aman dengan menjadi orang lain, bukan merasa aman dan nyaman menjadi dirinya sendiri.
• Mengkritik dan mencari kesalahan
Ketika kita mengatakan: “dasar anak bodoh, apa yang salah denganmu? Kenapa kamu tidak dapat melakukan sesuatu dengan benar?”
Dapat dipastikan, akan menimbulkan perasaan dendam, tidak ada rasa aman dilingkungan rumah (jika hal ini sering terjadi dirumah).
• Kekerasan fisik dan verbal
Saya rasa tidak perlu dijelaskan lagi, hal ini sudah banyak kita temui di surat kabar dan berita ditelevisi, dan bahayanya atau akibatnya juga sering kita temui di media tersebut. Jika tidak ada rasa aman dalam rumah, maka seorang anak akan mencari perlindungan untuk memenuhi rasa aman mereka disemua tempat yang salah. Dan anak akan melakukan apa saja untuk mendapatkan rasa aman ini, mencari perhatian dengan cara yang salah.
2. Kebutuhan akan pengakuan (merasa penting) dan diterima atau dicintai
Jarang sekali orangtua membuat anak-anak mereka merasa penting dan diakui dirumah. Sebaliknya banyak orangtua yang membuat anak mereka merasa kecil dan tidak berarti dengan ancaman: “lebih baik kerjakan PR-mu sekarang, atau…”
Apa yang ada dalam pikiran anak jika diperlakukan seperti itu? Kita orangtua justru senang jika anak melakukan hal yang kita perintah, tapi yang ada dipikiran anak adalah mereka merasa kalah dengan melakukan apa yang diperintahkan orangtua dengan cara seperti itu. Sehingga banyak anak yang menunda atau tidak mengerjakan apa yang ditugaskan orangtua (bahkan dengan ancaman sekalipun) untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya akan pengakuan.
Peringatan keras bagi orangtua: Jika anak-anak tidak merasa dicintai dan diterima oleh orangtua, mereka akan terdorong untuk mencarinya disemua tempat yang salah.
Keinginan seorang anak untuk diakui dan ingin dicintai begitu kuat, sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya. Jika mereka tidak mendapat pengakuan dengan cara yang benar maka akan menemukan dengan cara yang salah dan ditempat yang salah. Kebutuhan ini mendorong beberapa anak dan remaja untuk menggunakan tato, mengganggu anak lain, bergabung dengan geng pengganggu, mengecat rambut dengan warna menyolok, bertingkah laku seperti badut dan pelawak. Hal ini umumnya menyusahkan mereka sendiri, tetapi demi mendapatkan pengakuan dan diterima (mendapatkan perhatian).
Ada kasus ekstrim pada 16 april 2007, seorang siswa US Virginia Tech, Cho Seng-hui. Menembak dan menewaskan 32 siswa. Apa yang mendorong perilaku tersebut, sehingga dia melakukan hal yang begitu luar biasa gila? Dia melakukan hanya karena kebutuhan pengakuan dan rasa pentingnya begitu besar, tetapi tidak terpenuhi oleh orang-orang yang mengabaikannya dan menghinanya. Hal itu memaksanya keluar dari dunia logika dan merenggut nyawa orang lain serta dirinya sendiri, dalam pikirannya dia berpikir lebih baik mati bersama nama buruk dari pada hidup bukan sebagai siapa-siapa.
3. Kebutuhan untuk mengontrol (merasa mandiri atau keinginan untuk mengontrol)
Seiring pertumbuhan anak, sembari mencari identitas diri dan sambil belajar membangun kemandirian dari orangtua.Proses ini menciptakan kebutuhan emosional untuk bebas dan mandiri.
Jadi itu sebabnya anak tidak mau didikte untuk apa yang harus dilakukan. Mereka merasa tidak “gaul” mendengarkan orangtua. Dengan mendengarkan nasihat orangtua mereka seakan diperlakukan seperti anak kecil. Ini menjelaskan mengapa anak lebih mendengarkan teman mereka dan om atau tante (paman atau bibi) yang masih muda dari pada orangtuanya sendiri.
Orangtua yang cerdas, tidak akan menyerah menghadapi hal ini. Bagaimana caranya memberikan arahan dan agar anak mau mendengar orangtua? Gunakan komunikasi yang tidak bermaksud memaksa anak dengan nasihat kita. Buatlah seakan-akan mereka belajar dan bekerja keras untuk diri mereka sendiri bukan untuk kita. mereka akan lebih bersemangat dan termotivasi dengan cara seperti itu. Dan yang terpenting adalah memenuhi tangki cinta anak kita setiap hari dan memastikan selalu penuh saat bangun anak bangun tidur dan menjelang tidur. Dengan begitu anak tahu siapa yang paling mengerti dan sayang, serta kepada siapa dia akan datang pada saat membutuhkan seseorang untuk mendengar, yaitu kita orangtuanya.
Ambilah manfaat dari informasi ini, kenali kebutuhan emosi anak kita. Pekalah dimana saat anak membutuhkan penerimaan, kebutuhan untuk mengontrol sesuatu, serta butuh untuk aman. Gunakan kata-kata yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut, berikut tips dan cara memenuhi kebutuhan emosi dasar seorang anak:
1. Rasa aman:
• Tenang sayang kamu aman bersama papa, mama akan temani kamu, hey… papa disini bakal jaga kamu sayang
2. Rasa penerimaan atau dicintai:
• Biasakan menatap mata saat berbicara pada anak, usahakan tatapan mata adalah datar atau “mata sayang”
• Sentuh bagian bahu saat berbicara atau bagian manapun asal sopan, untuk menunjukan bahwa kita ada bersama dan dekat dengan anak
• Usahakan sejajar (berdiri sejajar dengan anak atau berlutut)
• Katakan: apapun yang terjadi papa/mama tetap sayang sama kamu, kamu tetap jagoan papa/mama, dimata papa/mama kamulah yang paling cantik
3. Kebutuhan untuk mengontrol:
• Jika memungkinkan, jika anda melihat anak anda perlu untuk melakukan sesuatu sendiri maka ijinkanlah
• Sebenarnya itu adalah proses belajar untuk dirinya sendiri dan akan sangat bermanfaat dimasa dewasa
• Harga diri anak akan semakin tinggi, jika kita rajin memberikan kontrol kepada anak, karena anak merasa mampu melakukan kegiatan tanpa bantuan (tentunya kegiatan yang aman sesuai dengan kebijaksanaan orangtua)
• Luangkan waktu khusus untuk beraktivitas dan memberikan kontrol dan mengawasinya dengan kasih sayang, misal: anak umur 2-3 tahun minta makan sendiri, pergi ke sekolah sendiri, dan lain-lain
Salam
Timothy Wibowo

Pendidikan Karakter Dari Seorang Ayah



“Satu Ayah lebih berharga dari 100 guru disekolah” – George Herbert
Ada sebuah kisah, tentang seorang ayah yang sudah terpisah lama dengan anaknya. Karena suatu hal, sang anak lari dari rumah dan sang ayah mencarinya selama berbulan-bulan tanpa hasil. Akhirnya munculah ide dari sang ayah, untuk memasang iklan di Koran, surat kabar yang paling besar dan terkenal se Ibukota.  Bunyi iklan tersebut: “Pato sayang, temui aku di depan kantor surat kabar ini, jam 12 siang hari sabtu ini. Semua sudah aku ampuni, aku mengasihimu nak”. Lalu hari yang di tunggu tiba, ternyata ada 800 orang bernama Pato berkumpul mencari pengampunan dari seorang ayah yang sangat mengasihi.
Data dari statistic mengatakan bahwa orang yang bertumbuh tanpa kasih sayang  seorang ayah akan tumbuh dengan kelainan perilaku, kecenderungan bunuh diri dan menjadi criminal yang kejam.  Sekitar 70% para penghuni penjara dengan hukuman seumur hidup adalah orang yang bertumbuh tanpa ayah (tanpa kedekatan emosional dari ayahnya).
Ada 2 hal penting rahasia sukses dari seorang ayah yang bisa diturunkan kepada anaknya. Apa itu?
1. Pelajaran Untuk Survival. Dari ayah kita akan belajar mengenai pelajaran yang sangat kompleks tentang bertahan hidup. Kenapa kompleks, sebab banyak hal yang perlu di “jaga” kestabilannya dalam hidup. Dalam keluarga, bagaimana ayah berperan dalam keluarga, memperlakukan ibu kita – yang kelak akan kita contoh dan duplikasi kepada pasangan kita. Membantu membesarkan hati anak jika ada masalah – kelak akan kita lakukan juga pada anak kita (ingat menjadi orangtua tidak ada sekolahnya, kita hanya mencontoh apa yang orang tua kita lakukan kepada kita). Kehidupan ekonomi keluarga, bagaimana ayah berperan dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam hal bertahan hidup kita akan belajar dari seorang ayah.
2. Masalah Karir. Yang satu ini adalah penting jika kita ingin sukses secara financial dan karir, maka perbaiki hubungan kita dengan ayah (bagi yang sudah besar) bagi kaum ayah muda, berelasilah dengan baik dengan anak anda. Kenapa? Dari seorang ayah, akan “diturunkan” kemampuan berkarir dan mendapatkan kemudahan dalam karir. Ingat yang point pertama, secara mendasar kita belajar survival dan dalam urusan bekerja seorang ayah adalah “mesin pencetak uang”. Relasi yang baik antara ayah dan anak akan sangat membantu sang anak untuk menuai sukses dikemudian hari saat dia memasuki dunia kerja.
Banyak klien saya yang hubungan dan relasinya hancur dengan sang ayah sejak lama, kemudian dengan segala kerendahan hatinya memulai hubungan yang baru dan saling memaafkan maka rejekinya juga berubah. Disamping itu juga Doa seorang ayah untuk anaknya bagaikan “turbo” untuk kesuksesan seorang anak. Bahkan doa yang benar-benar dilakukan seorang ayah, mampu mengubah karir seorang anak jauh melampaui karirnya sang ayah. Banyak kasus terjadi di dalam ruang terapi saya, pekerjaan yang buntu hanya perlu berbaikan pada sang ayah. Mudah bukan?
Figur seorang Ayah adalah figur yang sangat penting dijaman sekarang ini. Karena banyak sekali anak yang kehilangan figur seorang ayah dan mencari perhatian ayahnya dengan melakukan apa yang kita sebut “kenakalan”.
“Kulakukan ini semua untuk keluarga” adalah jawaban klasik yang muncul di mulut kebanyakan ayah, “saya bekerja untuk siapa kalau bukan untuk keluarga”, tetapi yang sering terjadi adalah keluarga menjadi korban. Maunya yang terbaik buat keluarga tetapi keluarga jadi korbannya kelak dan dimasa tuanya terjadi kebingungan, kenapa keluarga kok amburadul semua, “salah dimana?” Ya tentunya anda sekalian tahu dimana letak salahnya, bukan.
Seorang manusia, akan mempunyai kehidupan yang maksimal jika “dia diampuni dan mau mengampuni”. Ini adalah dasarnya. Bagi anda seorang ayah, maukah anda mengampuni anak dan minta maaf kepada anak untuk kebaikannya kelak dikehidupan masa depan? Dan anda sendiri sebagai ayah akan menjadi ayah yang sangat maksimal bagi keluarga dan lingkungan sekitar anda.
Para Ayah, anda sangat dirindukan dan dibutuhkan anak-anak anda untuk bekal kehidupan di masa depannya. Jangan habiskan seluruh energy dan waktu di tempat kerja, sehingga waktu dirumah hanyalah sisa energy dan duduk menonton tv atau membaca koran. Seorang anak perlu pelukan dan telinga dari ayahnya untuk mendengar, mengerti apa yang diceritakan sang anak.
Ajarkan kebenaran tentang moral dan sopan santun dan tentunya para ayah tidak akan menyesal kelak dalam kehidupan dewasa sang anak akan mengamalkan didikan dari sang ayah.
“Seorang ayah mampu membantu menggerakan perekonomian dunia dan mensejaterahkan kehidupan yang lebih layak untuk kehidupan di BUMI ini” – Timothy Wibowo.
Salam
Timothy Wibowo