Bayangkan pada
hari pertama masuk sekolah. Anda dengan mudah menyertakan siswa, menambahkan
asosiasi positif terhadap belajar, dan menarik semua modlitas belajar. Untuk
melakukan ini, anda dapat memulai kelas
dengan cerita seperti:
Seorang laki-laki berjalan di bawah terik
matahari melalui daerah tidak di kenal. Dia telah berjalan sepanjang hari,
ketika dia merasa cemas dan mulai khawatir bahwa dia mungkin salah jalan.
Mendadak, ia terkejut melihat seorang laki-laki sangat-sangat-sangat tua duduk
bersandar pada sebatang pohon. Rambutnya putih lelaki tua itu berkilau
memantulkan sinar matahari. Si pengembara yang terkejut itu berlari menemuinya
dan bertanya: “Maaf, permisi, apakah anda baik-baik saja?” . lelaki tua itu
tidak bergerak ataupun menjawab. Si pengembara berlutut dan menyentuh bahu
lelaki tua tersebut sambil bertanya lagi, “Permisi, apakah anda tidak
apa-apa?”. Lagi-lagi dia tidak mendapatkan jawaban. Si pengembara berdiri dan
berniat melanjutkan perjalanan, ketika tiba-tiba kepala lelaki tua itu
terangkat dan matanya terbuka lebar. Dengan suara lemah dan terpatah-patah si
lelaki tua itu berkata, “Teruslah berjalan; kau berada di jalan yang benar.
Sebelum menyeberangi sungai, kumpulkan apa yang kau temui disana
sebanyak-banyaknya, karena kau tidak akan pernah bisa kembali.” Matanya
tertutup dan kepalanya kembali disandarkan pada tangannya.
Si pengembara menunggu, kemudian akhirnya
berbalik dan melanjutkan perjalananya di bawah sengatan matahari, sambil
berkata pada dirinya sendiri bahwa lelaki tua itu mungkin gila. Kemudian dia
memikirkan perkataan lelaki tua itu dan tertawa sendiri, “Mungkin sungainya
juga tidak ada!”
Si pengembara berjalan terus dan akhirnya
sampailah dia di kaki sebuah bukit besar. Ketika dia mencapai puncaknya, dia
melihat sungai besar yang indah mengalir perlahan di balik bukit. Dengan
bersemangat, dia berlari menuruni bukit dan meloncat kedalam air yang sejuk.
Dia menari-nari sambil menciprat-cipratkan air ke atas sehingga membasahi
seluruh tubuhnya. Tiba-tiba dia tertegun, suara laki-laki tua itu terngiang
kembali di telinganya, “Sebelum menyeberangi sungai, kumpulkan apa yang kau
temukan di sana sebanyak-banyaknya karena kau tidak akan pernah bisa kembali.”
Si pengembara itu mencari-cari ke
sekelilingnya tetapi tidak melihat apapun kecuali ranting, bebatuan, dan
rerumputan biasa. Dia berfikir, “Satu-satunya yang bisa dikumpulkan adalah
batu-batu ini, tetapi untuk apa? Untuk menghalau binatang buas, ah rasanya tidak
mungkin.” Tapi dia membungkuk juga untuk mengumpulkan beberap buah batu dan
mengantonginya. Kemudian dia berbalik untuk menyeberangi sungai, tetapi dia
berhenti lagi dan berfikir, “Ini hal yang paling gila yang pernah kulakukan.”
Kemudian dia pun menyeberangi sungai.
Langit menjadi gelap dan pengembara
itukelelahan, sehingga dia memutuskan untuk menghentikan perjalanannya dan
mendirikan sebuah tenda kecil. Dengan cepat dia tertidur. Menjelang tengah
malam, mendadak ia terbangun dan berdiri. Dia menatap bulan purnama yang
menerangi langit. Dia menjadi marah saat menyadari apa yang telah
membangunkannya. Batu-batu dalam kantongnya lah yang telah mengganjal tubuhnya.
Dia mengeluarkan segenggam batu itu dan dan menyingkirkannya. Sinar bulan
memantul pada batu-batu it. Ternyata, batu-batu berubah menjadi intan permata
yang tidak bernilai harganya. Si pengembara merasa menyesal. “Andai aku
mengumpulkan lebih banyak sebelum menyeberangi sungai tadi,” pikirnya.
Jelaskan pada
siswa anda: “kelas ini seperti tepian sungai yang penuh batu-batu berserakan
yang mungkin akan mnjadi permata jika kalian mengambilnya. Seperti lelaki tua
yang tidak dapat memaksa si pengembara mengambil batu sebanyak-banyaknya, Ibu
juga tidak dapat memaksa kalian mengumpulkan ilmu yang ditawarkan disini. Tidak
juga orang lain. Tetapi, Ibu dapat dan akan mendorong kalian untuk mengumplkan
ilmu pengetahuan sebanyak mungkin sebelum kalian menyeberangi sungai karena
kalian tidak akan pernah bisa kembali ke saat ini.
(Pada akhir
kalimat anda, keluarkan dari kantong anda segenggam “permata” dari kaca yang
mengkilat, satu untuk setiap murid) ini cara yang bagus untuk memlai kelas
baru. John LeTellier, master Quantum Teacher, fasilitator dan pendongeng,
menciptakan pengalaman yang kaya akan indra dalam rancangannya dan menceritakan
Kisah Permata diatas. Dia memasukkan tiga unsure kunci yang dapat dijalinkan
kedalam pengajaran apa pun yaitu: metafora, perumpamaan, dan sugesti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar