Selasa, 27 November 2012

1 + 1 = ?


Apa akibatnya jika kita mengakui ketepatan dan bukannya proses belajar perseorangan? Mari kita lihat:
Guru taman kanak-kanak bertanya kepada anak-anak sekelas, “Berapa satu tambah satu?” merasa yakin tahu jawabannya, Budi hampir tidak dapat tetap duduk di kursinya karena melambaikan tangan dengan kalut. Gurunya akhirnya menyebut namanya, dan dengan penuh percaya diri Budi tersenyum dan menjawab “Satu ditambah satu sama dengan tiga!” gurunya tersenyum daengan simpatik sambil berkata, “Bukan, itu salah. Santi, kamu tahu tidak, jawaban yang benar?!”dan seterusnya. Sementara itu, anak-anak lain diam-diam menertawakan Budi dan seluruh pengalaman tersebut mengubah dirinya.

Sekarang, dengan merasa kalah dan mendapat pelajaran penting, dia berkata kepada dirinya, “Jangan berbuat itu lagi! Jangan mengangkat tangan kecuali jika kau sangat yakin jawabannya tepat.” Jadi dia tidak melakukannya lagi, dan sikap itu menempel terus. Budi telah mengasosiasikan pengakuan dengan keTEPATandan dia menyimpan yang dia pelajari untuk dirinya sendiri.

Tanggapan apa yang sebaiknya diberikan gurunya yang mengakui usahanya kearah belajar, tetapi tetap memberitahukan bahwa jawabannya tidak tepat? Sambil tersenyum guru Budi dapat berkata, “Budi, kamu sudah maju sekali! (pujian). Tiga adalah jawaban yang tepat untuk satu tambah DUA, tapi kita belum sampai kesana. Wah, cepat sekali kamu maju. Jadi jika satu ditambah DUA adalah tiga, bagaimana kalau kita mundur ke satu ditambah satu? Apa jawabannya menurut kamu?”

Jika anak-anak diharapkan melakukan transisi dengan mudah dan percaya diri, mereka haruslah mengalami lingkungan baru disekolah sebgai sesuatu yang menggairahkan dan menantang. Dalam lingkungan ini, sebagian besar usaha mereka harus berhasil dan mereka harus diakui sebagi diri mereka dan apa yang dapat mereka lakukan. Anak-anak yang merasa, atau dibuat merasa, tidak diterima dan tidak kompeten akan lambat memulihkan rasa percaya diri dan akibatnya, kemampuan mereka untuk memanfaatkan kesempatan belajar diperbesar yang disediakan sekolah tersebut bahkan mungkin berkurang, dalam kasus ekstrem, rusak dan tidak dapat lagi diperbaiki (Wells, 1986, h. 68).

Untuk mendapatkan hasil terbaik dengan siswa, akuilah setiap usaha, tidak hanya usaha yang tepat. Sebagai guru, kita lebih banyak mengakui ketepatan daripada proses belajar perseorangan.
Mengapa? Sebab sebagai guru, kita membaktikan sebagan besar waktu kita di tempat yang disebut “mengetahui”. Kita tahu apa yang kita ketahui, kita tahu bahan ajar kita, kita tahu apa yang diketahui murid kita, apa yang harus diketahui mereka, dan apa yang akan mereka ketahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar