Apa akibatnya jika kita
mengakui ketepatan dan bukannya proses belajar perseorangan? Mari kita lihat:
Guru taman kanak-kanak
bertanya kepada anak-anak sekelas, “Berapa satu tambah satu?” merasa yakin tahu
jawabannya, Budi hampir tidak dapat tetap duduk di kursinya karena melambaikan
tangan dengan kalut. Gurunya akhirnya menyebut namanya, dan dengan penuh
percaya diri Budi tersenyum dan menjawab “Satu ditambah satu sama dengan tiga!”
gurunya tersenyum daengan simpatik sambil berkata, “Bukan, itu salah. Santi,
kamu tahu tidak, jawaban yang benar?!”dan seterusnya. Sementara itu, anak-anak
lain diam-diam menertawakan Budi dan seluruh pengalaman tersebut mengubah
dirinya.
Sekarang, dengan merasa
kalah dan mendapat pelajaran penting, dia berkata kepada dirinya, “Jangan
berbuat itu lagi! Jangan mengangkat tangan kecuali jika kau sangat yakin
jawabannya tepat.” Jadi dia tidak melakukannya lagi, dan sikap itu menempel
terus. Budi telah mengasosiasikan pengakuan dengan keTEPATandan dia menyimpan
yang dia pelajari untuk dirinya sendiri.
Tanggapan apa yang sebaiknya
diberikan gurunya yang mengakui usahanya kearah belajar, tetapi tetap
memberitahukan bahwa jawabannya tidak tepat? Sambil tersenyum guru Budi dapat
berkata, “Budi, kamu sudah maju sekali! (pujian). Tiga adalah jawaban yang
tepat untuk satu tambah DUA, tapi kita belum sampai kesana. Wah, cepat sekali
kamu maju. Jadi jika satu ditambah DUA adalah tiga, bagaimana kalau kita mundur
ke satu ditambah satu? Apa jawabannya menurut kamu?”
Jika anak-anak diharapkan
melakukan transisi dengan mudah dan percaya diri, mereka haruslah mengalami
lingkungan baru disekolah sebgai sesuatu yang menggairahkan dan menantang.
Dalam lingkungan ini, sebagian besar usaha mereka harus berhasil dan mereka
harus diakui sebagi diri mereka dan apa yang dapat mereka lakukan. Anak-anak
yang merasa, atau dibuat merasa, tidak diterima dan tidak kompeten akan lambat
memulihkan rasa percaya diri dan akibatnya, kemampuan mereka untuk memanfaatkan
kesempatan belajar diperbesar yang disediakan sekolah tersebut bahkan mungkin
berkurang, dalam kasus ekstrem, rusak dan tidak dapat lagi diperbaiki (Wells,
1986, h. 68).
Untuk mendapatkan hasil
terbaik dengan siswa, akuilah setiap usaha, tidak hanya usaha yang tepat.
Sebagai guru, kita lebih banyak mengakui ketepatan daripada proses belajar
perseorangan.
Mengapa? Sebab sebagai guru,
kita membaktikan sebagan besar waktu kita di tempat yang disebut “mengetahui”.
Kita tahu apa yang kita ketahui, kita tahu bahan ajar kita, kita tahu apa yang
diketahui murid kita, apa yang harus diketahui mereka, dan apa yang akan mereka
ketahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar